Senin, 10 Desember 2012


BAB I
PENDAHULUAN

1.1       Latar belakang
Terjadinya ketimpangan gaji antara jaksa dengan pegawai KPK , hal yang seperti inilah yang menjadi salah satu penyebab jaksa mau menerima suap dari para terdakwa. Gaji jaksa berkisar Rp 2-3,5 juta, sedangkan gaji pegawai KPK bisa mencapai Rp 20 juta. Ketimpangan gaji jaksa dan pegawai KPK."Take home pay (gaji keseluruhan) jaksa itu Rp 2-3,5 juta. Kalau KPK, itu gajinya bisa Rp 10 juta dan ditambah dana operasional, satu bulan bisa terima Rp 20 juta," tegas Hendarman.
Ketimpangan penggajian antara Kejaksaan dan KPK yang sama- sama aparat penegak hukum.Untuk perbandingannya, gaji jaksa dengan golongan IIIA itu hanya Rp 1 juta, sedangkan golongan IIIB sekitar Rp 2 juta," lanjut Hendarman. Ketimpangan semakin terasa ketika pegawai KPK yang kadang datang ke Kejaksaan. "Ketika jaksa KPK datang ke Kejaksaan, mereka cerita gajinya. Inikan menimbulkan ketimpangan. Kerjanya sama tapi gajinya timpang, Selain ketimpangan soal gaji, juga terdapat ketimpangan dalam biaya operasional. Di Kejaksaan, untuk mengusut perkara sampai penuntutan, hanya disediakan dana sebesar Rp 20 juta. "Tapi kalau di KPK, dananya Rp 300 juta,
2.1       Rumusan Masalah
1.      Mengapa seorang jaksa mau menerima suap dalam menangani kasus yang ditanganinya?
2.      Bagaimana aksi seorang jaksa yang telah disuap dalam menangani kasus dipengadilan ?


                            


BAB II
PEMBAHASAN

2.1       Seorang jaksa mau menerima suap
 Masih banyak Para jaksa mau  menerima suap dari para terdakwa untuk meringankan atau bahkan menghapus tuntutan yang diterima para terdakwa dedepan pengadilan yang sedang bermasalah,dengan iming-iming imbalan sangat besar yang melebihi besar gaji yang diterimanya setiap bulanya, maka para jaksa bisa tergoda dan mau mengikuti kemauan para terdakwa untuk membebaskan dari tuntutan hukum, hal ini dilakukan para jaksa karena para jaksa tersebut merasa belum merasakan kesejahteraan atas gaji yang diberikan oleh negara,  Pihak Kejaksaan Agungpun tidak menampik manakala masih banyaknya jaksa nakal. Pada tahun 2010, pihaknya mencatat ada pelanggaran 256 jaksa nakal yang terbukti menerima suap. Di antara mereka telah dihukum berat.
Banyaknya pelaku korupsi yang divonis bebas itu membuktikan jika ada kegagalan sistem yang dibangun oleh Pemerintahan . Kejahatan korupsi yang luar biasa yang melibatkan koruptor-koruptor kelas kakap itu dibiarkan tanpa penanganan secara serius. Hampir setiap hari akan bermunculan muka-muka koruptor baru karena mereka tak takut lagi dihukum karena hukum bisa dibeli, jaksa dan hakimnya bisa disuap. Banyak hakim yang mudah disuap, sehinga tak heran banyak pelaku korupsi yang bebas. Hal ini harus menjadi catatan Mahkamah Agung (MA) dan Komisi Yudisial (KY) karena hukuman bagi para koruptor tak lagi menakutkan,
2.2       Modus –modus yang dilakukan Jaksa nakal yang menjadi mafia kasus
Praktik- praktik mafia kasus diperadilan itu lazim terjadi di dunia penegakan hukum Indonesia. Bahkan, ada juga oknum pengacara yang dekat dengan jaksa dan polisi sehingga seolah-olah menjadi ”rekanan” penegak hukum. Tersangka atau saksi yang diperiksa di kejaksaan atau kepolisian disarankan memakai jasa pengacara itu. Sebaliknya, oknum pengacara itu melakukan lobi-lobi kasus, menawarkan ataupun diperalat oleh penegak hukum untuk mengatur uang dari klien. Model-model tawaran bantuan yang diberikan bermacam-macam. Ada paket menghentikan status tetap sebagai saksi dan tidak menjadi tersangka, tersangka tetapi tidak ditahan, upaya agar kasus tidak sampai ke penuntutan, dan sebagainya. Tarifnya beragam, tergantung dari kemampuan orang yang terkena masalah hukum, mulai dari jutaan rupiah hingga puluhan miliar rupiah.
Makelar kasus ini beroperasi hampir di semua lembaga penegak hukum, baik polisi, jaksa, pengadilan, maupun komisi hukum DPR. ”Bahkan, jangan lupakan juga di Badan Pemeriksa Keuangan terkait penerbitan hasil audit tentang ada tidaknya kerugian negara.
Satjipto Rahardjo, guru besar emiritus sosiologi hukum Diponegoro, Semarang, menyebutkan, salah satu peluang terciptanya mafia peradilan adalah banyaknya telinga di sekitar pengambil putusan dan proses pengambilan putusan. Misalnya, saat munculnya advis, yang bisa menunjukkan arah putusan, sesudah majelis hakim berunding tentang putusan. Para pemilik telinga, antara lain asisten, juru tulis, termasuk hakim sendiri, dapat menawarkan advis itu ke pihak yang berkepentingan. Tidak bisa dibantah kalau praktik mafia peradilan di Tanah Air sudah merasuk hingga ke semua lini dalam struktur aparat peradilan itu sendiri. Inilah pola-pola dalam praktik mafia peradilan:
Tahap Penyelidikan
  1. Permintaan uang jasa (Laporan ditindaklanjuti setelah menyerahkan uang jasa).
  2. Penggelapan perkara (Penanganan perkara dihentikan setelah ada kesepakatan membayar sejumlah uang kepada polisi).
 Tahap Penyidikan
  1. Negosiasi Perkara (Tawar menawar pasal yang dikenakan terhadap tersangka dengan imbalan uang yang berbeda-beda; Menunda surat pemberitahuan dimulainya penyidikan kepada kejaksaan).
  2. Pemerasan oleh Polisi (Tersangka dianiaya lebih dulu agar mau kooperatif dan menyerahkan uang; Mengarahkan kasus lalu menawarkan jalan damai).
Pengaturan Ruang Tahanan
Penempatan di ruang tahanan menjadi alat tawar-menawar.

KEJAKSAAN
  1. Pemerasan (Penyidikan diperpanjang untuk merundingkan uang damai; Surat panggilan sengaja tanpa status “saksi” atau “tersangka”, pada ujungnya saat pemeriksaan dimintai uang agar statusnya tidak menjadi “tersangka”).
  2. Negosiasi Status (Perubahan status tahanan seorang tersangka juga jadi alat tawar-menawar).
  3. Pelepasan Tersangka (Melalui surat perintah penghentian penyidikan, SP3 atau sengaja membuat dakwaan yang kabur, obscuur libel, sehingga terdakwa divonis bebas.
  4. Penggelapan Perkara (Berkas perkara dapat dihentikan jika memberikan sejumlah uang; Saat dilimpahkan ke kejaksaan, polisi menyebutkan “sudah ada yang mengurus” sehingga tidak tercatat dalam register).
  5. Negosiasi perkara (Proses penyidikan yang diulur-ulur merupakan isyarat agar keluarga tersangka menghubungi jaksa; Dapat melibatkan calo, antara lain dari kejaksaan, anak pejabat, pengacara rekanan jaksa; Berat atau kecilnya dakwaan menjadi alat tawar-menawar).
  6. Pengurangan tuntutan (Tuntutan dapat dikurangi apabila tersangka memberikan uang; Berita acara pemeriksaan dibocorkan saat penyidikan; Pasal yang disangkakan juga dapat diperdagangkan).
PERSIDANGAN
Permintaan uang jasa (Pengacara harus menyiapkan uang ekstra untuk bagian registrasi pengadilan).
Penentuan Majelis Hakim (Dapat dilakukan sendiri, atau menggunakan jasa penitera pengadilan).
Negosiasi putusan (Sudah ada koordinasi sebelumnya mengenai tuntutan jaksa yang berujung pada vonis hakim; Tawar menawar antara hakim, jaksa dan pengacara mengenai besarnya hukuman serta uang yang harus dibayarkan).
TAHAP BANDING PERKARA
  1. Negosiasi putusan (Pengacara menghubungi hakim yang mengadili, lalu tawar-menawar hukuman).
  2. Penundaan eksekusi (Pelaksanaan putusan dapat ditunda dengan membayar sejumlah uang kepada jaksa melalui calo perkara atau pelaksana eksekusi).
LEMBAGA PEMASYARAKATAN
Pungutan bagi pengunjung; Uang cuti; Menggunakan orang lain yang identitasnya disesuaikan dengan identitas terpidana; Perlakuan istimewa.








Jumat, 07 Desember 2012

PUTUSAN PENGADILAN, SUSUNAN PUTUSAN HAKIM, MACAM PUTUSAN HAKIM, KEKUATAN PUTUSAN HAKIM


Bab I
PENDAHULUAN
A.      Latar Belakang
Hukum Acara Perdata adalah rangkaian-rangkaian peraturan-peraturan yang memuat cara bagaimana orang harus bertindak terhadap dan di muka pengadilan dan cara bagaimana pengadilan itu harus bertindak, satu sama lain untuk melaksanakan berjalannya peraturan-peraturan hukum perdata. Hukum Acara Perdata merupakan hukum formil yang harus dijalani sesuai dengan apa yang telah diatur didalamnya karena hukum Acara Perdata merupakan hukum yang menjalan hukum materil dari hukum perdata itu sendiri, maka dalam melaksanankan atau menjalankan Hukum Acara Perdata harus lebih teliti dan tidak melanggar ketentuan-ketentuan yang ada. Salah satu dari hukum formil yang harus kita jalani adalah Putusan Pengadilan, karena Putusan Pengadilan merupakan suatu proses hukum formil yang harus dijalani oleh mereka yang berperkara ketika Hakim dalam Pengadilan mengambil suatu keputusan dan menetukan siapa yang berhak terhadap apa yang disengketakan atau diperkarakan. Putusan juga merupakan bagian dari Hukum Acara Perdata yang meliputi arti Putusan Pengadilan, Susunan Putusan Hakim, Macam-macam Putusan Hakim ,dan Kekuatan Putusan Hakim.

B.       Perumusan Masalah
1.    Apa arti Putusan Pengadilan?
2.    Apakah susunan dan isi Putusan Hakim?
3.    Apa saja macam Putusan Hakim?
4.    Bagaimana kekuatan Putusan Hakim?

Bab II
PEMBAHASAN
A.      Arti Putusan Pengadilan
Putusan Pengadilan merupakan suatu yang sangat diinginkan atau dinanti-nanti oleh pihak-pihak yang berperkara untuk menyelesaikan sengketa mereka dengan sebaik-baiknya. Sebab dengan Putusan Pengadilan tersebut pihak-pihak yang bersengketa mengharapkan adanya kepastian hukum-hukum keadilan dalam perkara yang mereka hadapi. Untuk memberikan putusan pengadilan yang benar-benar menciptakan kepastian dan mencerminkan keadilan hakim sebagai aparatur negara dan sebagai wakil Tuhan yang melaksanakan peradilan harus mengetahui duduk perkara yang sebenarnya dan peraturan hukum yang akan ditetapkan baik peraturan hukum tertulis dalam perundang-undangan maupun peraturan hukum tidak tertulis atau hukum adat. Arti Putusan Pengadilan adalah suatu pernyataan yang oleh hakim sebagai Pejabat Negara yang diberi wewenang untuk itu diucapkan dipersidangan dan bertujuan untuk mengakhiri atau menyelesaikan suatu perkara atau sengketa antara pihak. Bukan hanya yang diucapkan saja tetapi juga pernyataan yang dituangkan dalam bentuk tulisan dan diucapkan oleh hakim di muka sidang karena jabatan ketika bermusyawarah Hakim wajib mencukupkan semua alasan-alasan hukum yang tidak dikemukakan oleh kedua belah pihak. Hakim wajib mengadili semua bagian gugatan. Pengadilan menjatuhkan putusan atas ha-hal yang tidak diminta atau mengabulkan lebih dari yang digugat.
B.       Susunan dan Isi Putusan Hakim
Pengadilan dalam mengambil suatu putusan diawali dengan uraian mengenai asas yang mesti ditegakkan, agar putusanyang dijatuhkan tidak mengandung cacat. Asas tersebut dijelaskan dalam Pasal 178 HIR, Pasal 189 RGB, dan Pasal 19 UU No. 4 Tahun 2004 (dulu dalam Pasal 18 UU No. 14 Tahun 1970 tentang kekuasaan kehakiman).
Putusan Hakim terdiri dari:
1.        Kepala Putusan
Suatu putusan haruslan mempunyai kepala pada bagian atas putusan yang berbunyi “Demi keadilan berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa” (Pasal 4 (1) UU No. 14 / 1970 kepala putusan ini memberi kekuatan eksektorial pada putusan apabila tidak dibubuhkan maka hakim tidak dapat melaksanakan putusan tersebut.
2.        Identitas Pihak yang Berperkara.
Didalam putusan harus dimuat identitas dari pihak, yaitu nama, alamat, pekerjaan dan nama dari Pengacaranya kalau para pihak menguasakan pekerjaan kepada orang lain.
3.        Pertimbangan atau Alasan-alasan.
Pertimbangan atau Alasan Putusan Hakim terdiri atas dua bagian yaitu pertimbangan tentang duduk perkara dan pertimbangan tentang hukumnya.
Pasal 184 HIR/195 RBG/23 UU No 14/1970 menentukan bahwa setiap putusan dalam perkara perdata harus memuat ringkasan gugatan dan jawaban dengan jelas, alasan dan dasar putusan, pasal-pasal serta hukum tidak tertulis, pokok perkara, biaya perkara serta hadir tidaknya pihak-pihak yang berperkara pada waktu putusan diucapkan. Putusan yang kurang cukup pertimbangan merupakan alasan untuk kasasi dan putusan harus dibatalkan, MA tanggal 22 Juli 1970 No. 638 K / SIP / 1969; MA tanggal 16 Desember 1970 No. 492 / K / SIP / 1970. Putusan yang didasarkan atau pertimbangan yang menyipang dari dasar gugatan harus dibatalkan MA tanggal 01 September 1971 No 372 K / SIP / 1970.
4.        Amar atau Diktum Putusan.
Dalam Amar dimuat suatu pernyataan hukum, penetapan suatu hak, lenyap atau timbulnya keadaan hukum dan isi putusan yang berupa pembebanan suatu prestasi tertentu. Dalam Diktum itu ditetapkan siapa yang berhak atau siapa yang benar atau pokok perselisihan.
C.      Macam Putusan Hakim
Putusan Hakim dapat dibedakan menjadi 2 yaitu:
1.        Putusan Sela (Tussen Vonnis)
Putusan Sela adalah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir yang diadakan dengan tujuan untuk memungkinkan atau mempermudah kelanjutan pemeriksaan perkara.
Dalam hukum acara dikenal macam Putusan Sela yaitu:
a. Putusan Preparatuir yaitu Putusan persiapan mengenai jalannya pemeriksaan untuk melancarkan segala sesuatu guna mengadakan putusan akhir.
b. Putusan Inferlocutoin yaitu Putusan yang isinya memerintahkan pembuktian karena putusan ini menyangkut pembuktian maka putusan ini akan mempengaruhi putusan akhir.
c. Putusan Lucidentiel yaitu Putusan yang berhubungan dengan insiden yaitu peristiwa yang menghentikan prosedur peradilan biasa.
d. Putusan Provisional yaitu Putusan yang menjawab tuntutan provisi yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan pendahulu guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.
- Putusan Sela tidak mengakhiri pemeriksaan, tetapi akan berpengaruh terhadap arah dan jalannya pemeriksaan.
- Putusan Sela dibuat seperti putusan biasa, tetapi tidak dibuat secara terpisah, melainkan ditulis dalam berita acara persidangan saja.
- Putusan Sela harus diucapkan di depan sidang terbuka untuk umum serta ditanda tangani oleh majelis hakim dan panitera yang turt bersidang.
- Putusan Sela selalu tunduk pada putusan akhir karena tidak berdiri sendiri dan akhirnya dipertimbangkan pula pada putusan akhir.
- Hakim tidak terikat pada putusan sela, bahkan Hakim dapat merubahnya sesuai dengan keyakinannya.
- Putusan sela tidak dapat dimintakan banding kecuali bersama-sama dengan putusan akhir.
- Para Pihak dapat meminta supaya kepadanya diberi salinan yang sah dari putusan itu dengan biaya sendiri.
2.    Putusan Akhir
Putusan Akhir adalah putusan yang mengakhiri perkara pada tingkat pemeriksaan pengadilan, meliputi pengadilan tingkat pertama, pengadilan tinggi dan MA.
Macam-macam Putusan Akhir antara lain:
a. Putusan Condemnatior yaitu Putusan yang bersifat menghukum pihak yang kalah untuk memenuhi prestasi.
-    Putusan Condemnatoir terdapat pada perkara Contentius.
- Putusan Condemnatoir sekaku berbunyi “menghukum” dan memerlukan eksekusi.
-    Apabila Pihak terhukum tidak mau melaksanakan isi putusan dengan suka rela, maka atas permohonan tergugat, putusan dapat dilakukan dengan paksa oleh pengadilan yang memutusnya.
-    Putusan dapat dieksekusi setelah memperoleh kekuatan hukum tetap, kecuali dalam hal vitvoer baar bijvoorraad, yaitu Putusan yang dilaksanakan terlebih dahulu meskipun ada upaya hukum (putusan serta merta).


-    Putusan Condemnatoir dapat berupa pengukuman untuk:
1. Menyerahkan suatu barang;
2. Membayar sejumlah uang;
3. Melakukan suatu perbuatan tertentu;
4. Menghentikan suatu perbuatan/keadaan;
5. Mengosongkan tanah/rumah.
b. Putusan Declaratoir yaitu Putusan yang amarnya menyatakan suatu keadaan sebagai keadaan yang sah menurut hukum.
-  Semua perkara voluntair diselesaikan dengan putusan diklatoir dalam bentuk penetapan atau beschiking.
-    Putusan deklatoir biasanya berbunyi menyatakan.
-    Putusan deklatoir tidak memerlukan eksekusi.
-    Putusan deklatoir tidak merubah atau menciptakan suatu hukum baru, melainkan hanya memberikan kepastian hukum semata terhadap keadaan yang telah ada.
c. Putusan Konstitutif yaitu Putusan yang amarnya menciptakan suatu keadaan baru.
- Putusan konstitutif selalu berkenaan dengan status hukum seseorang atau hubungan keperdataan satu sama lain.
-    Putusan       konstitutif tidak memerlukan eksekusi.
-    Putusan konstitutif diterangkan dalam bentuk putusan.
-    Putusan konstitutif biasanya berbunyi menetapkan atau memakai kalimat lain bersifat aktif dan bertalian langsug dengan pokok perkara, misalnya memutuskan perkawinan, dan sebagainya.
-    Keadaan hukum baru tersebut dimulai sejak putusan memperoleh kekuatan hukum tetap.
-    Putusan yang dijatuhkan sebelum tahap akhir dari tahap-tahap pemeriksaan, tetapi telah mengakhiri pemeriksaan yaitu :
1.  Putusan Gugur yaitu Putusan yang menyatakan bahwa gugatan/permohonan gugur karena penggugat/pemohon tidak pernah hadir, meskipun telah dipanggil sedangkan tergugat hadir dan mohon putusan.
-      Putusan Gugur dijatuhkan pada sidang pertama atau sesudahnya sebelum tahapan pembacaan gugatan/permohonan.
-      Putusan Gugur dapat dijatuhkan apabila telah dipenuhi syarat :
a.  Penggugat/Pemohon telah dipanggil resmi dan patut untuk hadir dalam sidang hari itu;
b.  Penggugat/Pemohon ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan orang lain untuk hadir, serta ketidak hadirannya itu karena suatu halangan yang sah;
c.  Tergugat/Termohon hadir dalam sidang;
d. Tergugat/termohon mohon keputusan.
-    Dalam hal penggugat/pemohon lebih dari seorang dan tidak hadir semua, maka dapat pula diputus gugur.
-    Dalam putusan gugur, penggugat/pemohon dihukum membayar biaya perkara
-    Tahapan putusan ini dapat dimintakan banding atau diajukan perkara baru lagi.
2. Putusan Verstek yang tidak diajukan verzet yaitu Putusan yang dijatuhkan karena tergugat/termohon tidak pernah hadir meskipun telah dipanggil secara resmi, sedang penggugat hadir dan mohon putusan.
-  Verstek artinya tergugat tidak hadir.
-  Putusan Verstek dapat dijatuhkan dalam sidang pertama atau sesudahnya, sesudah tahapan pembacaan gugatan sebelum tahapan jawaban tergugat, sepanjang tergugat/para tergugat semuanya belum hadir dalam sidang padahal telah dipanggil dengan resmi dan patut.
-     Putusan verstek dapat dijatuhkan apabila memenuhi syarat :
a. Tergugat telah dipanggil resmi dan patut untuk hadir dalam sidang hari itu;
b. Tergugat ternyata tidak hadir dalam sidang tersebut, dan tidak pula mewakilkan orang lain untuk hadir, serta ketidak hadirannya itu karena suatu halangan yang sah;
c. Tergugat tidak mengajukan tangkisan/eksepsi mengenai kewenangan;
d. Penggugat hadir dalam sidang;
e. Penggugat mohon keputusan.
-    Dalam hal tergugat lebih dari seorang dan tidak hadir semua, maka dapat pula diputus Verstek.
-    Putusan verstek hanya bernilai secara formil surat gugatan dan belum menilai secara materiil kebenaran dalil-dalil tergugat.
-    Apabila gugatan itu beralasam dan tidak melawan hak maka Putusan Verstek berupa mengabulkan gugatan penggugat, sedang mengenai dalil-dalil gugat, oleh karena dibantah maka harus dianggap benar dan tidak perlu dibuktikan kecuali dalam perkara perceraian.
-    Apabila gugatan itu tidak beralasan dan atau melawan hak maka putusan verstek dapat berupa tidak menerima gugatan penggugat dengan Verstek.
- Terhadap Putusan Verstek ini maka tergugat dapat melakukan perlawanan (verzet).
- Tergugat tidak boleh mengajukan banding sebelum ia menggunakan hak verzetnya lebih dahulu, kecuali jika penggugat yang banding.
- Terhadap Putusan Verstek maka penggugat dapat mengajukan banding.
- Apabila penggugat mengajukan banding, maka tergugat tidak boleh mengajukan verzet, melainkan ia berhak pula mengajukan banding.
- Khusus dalam perkara perceraian, maka Hakim wajib membuktikan dulu kebenaran dalil-dalil tergugat dengan alat bukti yang cukup sebelum menjatuhkan Putusan Verstek.
-    Apabila tergugat mengajukan Verzet, maka Vutusan Verstek menjadi mentah dan pemeriksaan dilanjutkan pada tahap selanjutnya.
-    Perlawanan (verzet berkedudukan sebagai jawaban tergugat).
-    Apabila perlawanan ini diterima dan dibenarkan oleh hakim berdasarkan hasil pemeriksaan/pembuktian dalam sidang, maka hakim akan membatalkan Putusan Verstek dan menolak gugatan penggugat.
-    Tetapi bila perlawanan itu tidak diterima oleh Hakim, maka dalam putusan akhir akan menguatkan Verstek
-    Terhadap Putusan Akhir ini dapat dimintakan banding.
- Putusan Verstek yang tidak diajukan verzet dan tidak pula dimintakan banding, dengan sendirinya menjadi putusan akhir yang telah mempero;eh kekuatan hukum tetap.
3. Putusan Tidak Menerima yaitu Putusan yang menyatakan bahwa Hakim tidak menerima gugatan Penggugat/ permohonan pemohon atau dengan kata lain gugatan Penggugat/ permohonan pemohon tidak diterima karena gugatan/ permohonan tidak memenuhi syarat hukum baik secara formail maupun materiil.
-    Dalam hal terjadi Eksepsi yang dibenarkan oleh hakim, maka hakim selalu menjatuhkan putusan bahwa gugatan Penggugat tidak dapat diterima atau tidak menerima gugatan Penggugat.
-    Meskipun tidak ada Eksepsi, maka Hakim karena jabatannya dapat memutuskan gugatan penggugat tidak diterima jika ternyata tidak memenuhi syarat hukum tersebut, atau terdapat hal-hal yang dijadikan alasan Eksepsi.
-    Putusan tidak menerima dapat dijatuhkan setelah tahap jawaban, kecuali dalam hal Verstekyang gugatannya ternyata tidak beralasan dan atau melawan hak sehingga dapat dijatuhkan sebelum tahap jawaban.
-    Putusan tidak menerima belum menilai pokok perkara (dalil gugat) melainkan baru menilai syarat-syarat gugatan saja. Apabila syarat gugat tidak terpenuhi maka gugatan pokok (dalil gugat) tidak dapat diperiksa.
-    Putusan ini berlaku sebagai Putusan Akhir.
-    Terhadap putusan ini, tergugat dapat mengajukan banding atau mengajukan perkara baru. Demikian pula pihak tergugat.
-    Putusan yang menyatakan Pengadilan Agama tidak berwenang mengadili suatu perkara merupakan suatu putusan akhir.
Dari ketiga sifat putusan diatas maka putusan yang memerlukan pelaksanaan (eksekusi) hanya yang bersifat Condemnatior.
D.      Kekuatan Putusan Hakim
Pasal 1917 dan 1918 KUHPerdata juga menyebutkan kekuatan suatu putusan hakim yang telah memperoleh kekuatan mutlak juga dalam pasal 21 UU No. 14 / 1970 adanya putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum yang tetap. Putusan Hakim yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap adalah putusan yang menurut Undang-Undang tidak ada kesempatan lagi untuk menggunakan upaya hukum biasa melawan putusan itu.
Macam-macam putusan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap yaitu:
1. Kekuatan Pembuktian Mengikat
Putusan ini sebagai dokumen yang merupakan suatu akta otentik menurut pengertian Undang-Undang sehingga tidak hanya mempunyai kekuatan pembuktian mengikat antara pihak yang berperkara, tapi membuktikan bahwa telah ada suatu perkara antara pihak-pihak yang disebut dalam putusan itu.
2. Putusan Eksekutorial
Kekuatannya untuk dapat dipaksakan dengan bantuan aparat keamanan terhadap pihak yang tidak menaatinya dengan sukarela.
3.Kekuatan Mengajukan Eksepsi (tangkisan)
Kekuatan untuk menangkis suatu gugatan baru mengenai hal yag sudah pernah diputus atau mengenai hal-hal yang sama berdasarkan asas nebis in idem (tidak boleh dijatuhkan putusan lagi dalam perkara yang sama).

Bab III
PENUTUP
A.      Simpulan
Setiap putusan yang diambil oleh pengadilan yang terdahulu akan menjadi suatu yurispondensi bagi pengadilan-pengadilan yang akan menghadapi masalah yang sama. Dimana hakim dalam mengambil suatu keputusan akan selalu berpedoman kepada asas-asas, yuripondensi, doktrin para ahli hukum. Apabila hakim tersebut tidak mendapat suatu perkara yang telah pernah ada sebelumnya diselesaikan dengan patokan yang sudah ada, maka hakim tersebut dengan wewenangnya akan mengambil suatu putusan yang belum pernah ada atau penemuan hukum baru yang dilakukan oleh para hakim dalam menyelesaikan suatu sengketa yang belum pernah ada putusan-putusan yang dahulu.

Bab IV
DAFTAR PUSTAKA
M. Yahya Harahap,S.H. Hukum Acara Perdata, 2010. Jakarta: Sinar Grafika.
Prof. Dr. Sudikno Mertokusumo, S.H. Hukum Acara Perdata Indonesia, 1998. Yogyakarta: Liberty Yogyakarta.
http://danielsamosir.blogspot.com/2011/05/hukum-acara-perdata-putusan pengadilan_28.html di sadur pada hari Senin tanggal 3 September 2012 jam 11.39 WIB.
http://advokatku.blogspot.com/2010/01/mengenal-macam-dan-jenis-putusan.html di sadur pada hari Senin tanggal 3 September 2012 jam 11.40 WIB.