serba serbi rokok
Berikut ini akan kami paparkan adillatusy
syar’iyyah (dalil-dalil syara’) dari Al Qur’an dan As Sunnah tentang haramnya
rokok, yang tidak ada keraguan di dalamnya, berserta kaidah-kaidah fiqhiyyah
yang telah disepakati para ulama mujtahidin, dan kami paparkan pula pandangan
ulama dunia tentang rokok. Wallahul Musta’an!
1.Dalil dari Al Qur’an.
1.Dalil dari Al Qur’an.
Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: “Dan Janganlah kalian menjerumuskan diri kalian dengan tangan kalian sendiri ke dalam jurang kerusakan.” (QS. Al Baqarah (2): 195) “Dan Janganlah kalian membunuh diri kalian sendiri ..” (QS. An Nisa (4): 29)
Perhatikan dua ayat ini, tidak syak (ragu)
lagi, merokok merupakan tindakan merusak diri si
pelakunya, bahkan tindakan bunuh diri. Para pakar kesehatan telah menetapkan adanya
3000 racun berbahaya, dan 200 diantaranya amat berbahaya, bahkan lebih bahaya
dari Ganja (Canabis Sativa). Mereka menetapkan bahwa sekali hisapan rokok dapat
mengurangi umur hingga beberapa menit. Wallahu A’lam bis Shawab. Pastinya, umur
manusia urusan Allah Ta’ala, namun penelitian para pakar ini adalah pandangan
ilmiah empirik yang tidak bisa dianggap remeh. Al Ustadz Muhamad Abdul Ghafar
al Hasyimi menyebutkan dalam bukunya Mashaibud Dukhan (Bencana Rokok) bahwa rokok bisa melahirkan 99 macam penyakit. Lancet, sebuah majalah kesehatan di Inggris
menyatakan bahwa merokok itu adalah penyakit itu sendiri, bukan kebiasaan.
Perilaku ini merupakan bencana yang dialami kebanyakan anggota keluarga, juga
bisa menurunkan kehormatan seseorang. Jumlah yang mati karena rokok berlipat
ganda. Majalah ini menyimpulkan, asap rokok lebih bahaya dari asap mobil.
Perhatikan dua ayat di atas, ia menggunakan
sighat lin nahyi wa lin nafyi (bentuk kata untuk pengingkaran/larangan) yang
bermakna jauhilah perbuatan merusak diri atau mengarah pada bunuh diri. Dalam
kaidah Ushul Fiqh disebutkan al Ashlu fi an Nahyi lil Haram (hukum asli dari
sebuah larangan adalah haram). Seperti kalimat wa laa taqrabuz zinaa .. (jangan
kalian dekati zina) artinya mendekati saja haram apa lagi melakukannya.
Maksudnya, ada dua yang diharamkan dalam ayat ini yakni 1. Berzina, dan 2.
perilaku atau sarana menuju perzinahan. Ini Sesuai kaidah Ushul Fiqh, ‘ Ma ada
ilal haram fa huwa haram’ (Sesuatu yang membawa kepada yang haram, maka hal itu
juga haram).
Begitu pula ayat ‘Janganlah kalian membunuh
diri kalian sendiri’, artinya, yang haram yaitu 1. Bunuh diri, dan 2. Perilaku
atau sarana apapun yang bisa mematikan diri sendiri.
Imam Asy Syaukani berkata dalam Kitab
tafsirnya, Fat-hul Qadir, tentang maksud ayat An Nisa 29 di atas:
Artinya: “Maksud firmanNya ‘Janganlah kalian
membunuh diri kalian sendiri’ adalah Wahai muslimun, janganlah kalian saling
membunuh satu sama lain, kecuali karena ada sebab yang ditetapkan oleh syariat.
Atau, janganlah bunuh diri kalian dengan perbuatan keji dan maksiat, atau yang
dimaksud ayat ini adalah larangan membunuh diri sendiri secara hakiki
(sebenarnya). Tidak terlarang membawa maksud ayat ini kepada makna-makna yang
lebih umum. Dalilnya adalah Amr bin al Ash berhujjah (berdalil) dengan ayat
tersebut, ketika ia tidak mandi wajib (mandi junub) dengan air dingin pada saat
perang Dzatul Salasil. Namun, Nabi Shaliallahu ‘Alaihi wa Sallam mendiamkan
(tanda setuju) hujjah (alasan) yang yang dipakai olenya. Ini ada dalam Musnad
Ahmad, Sunan Abu daud, dan lain-lain.” Demikian dari Imam Asy Syaukani
Rahimahullah. (Lihat juga Imam Ibnu Katsir, Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Jilid
1, hal. 480. Toha Putera Semarang, dengan naskah berbahasa Arab yang
disesuaikan dengan naskah dari Darul Kutub Al Mishriyah)
Dalam ayat lain Allah Ta’ala juga berfirman:
Dalam ayat lain Allah Ta’ala juga berfirman:
“Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah Saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya” (QS. Al Isra’ (17): 27)
Tidak ragu pula, hobi merokok merokok
tindakan tabdzir (pemborosan) dan penyia-nyiaan terhadap harta. Mereka tidak mendapatkan apa-apa dari rokok
kecuali ketenangan sesaat, bahaya penyakit yang mengancam jiwa, dan terbuangnya
uang secara sia-sia. Bahkan, Allah Ta’ala menyebut mereka sebagai
saudara-suadara syaitan.
Berkata Imam Asy Syaukany tentang tafsir ayat
ini:
“… Bahwa orang yang berbuat mubadzir (pemboros)
diumpamakan seperti syaitan, dan setiap yang diumpamakan dengan syaitan maka
baginya dihukumi sebagai syaitan, dan setiap syaitan adalah ingkar (terhadap
Allah, pen), maka orang yang mubadzir adalah orang yang ingkar.” (Imam Asy
Syaukany, dalam Fat-hul Qadir-nya)
Sebagian ulama –seperti Imam Asy Syaukany ini-
ada yang mengatakan bahwa berlebihan dalam berinfak juga termasuk tabdzir
(pemborosan)[1], maka apalagi berlebihan dalam merokok! Berpikirlah wahai
manusia!
Maka, haramnya rokok adalah
muwafaqah bil maqashid asy Syari’ah (sesuai dengan tujuan syariat) yang
menghendaki terjaganya lima hal asasi (mendasar), yaitu agama, nyawa, harta,
akal, dan keturunan. Imam al Qarafi al Maliki menambahkan menjadi enam, yaitu
kehormatan.
Kesehatan adalah anugerah dari Allah yang harus
dijaga, itu adalah amanah dari Allah Ta’ala yang tidak boleh dikhianati. Dalam
hadits disebutkan, “Laa Imanan liman laa amanata lahu (tidak ada iman bagi
orang yang tidak menjaga amanah). Seharusnya, seorang muslim yang baik
berhati-hati dengan perkara amanah ini, sebab akan menjatuhkannya dalam
kategori kemunafikan. Wal ‘Iyadzubillah!
2. Dalil-dalil dari As Sunnah Al Muthahharah
Selain beberapa hadits di atas, ada lagi
beberapa hadits lain yang memperkuat larangan merokok bagi seorang muslim. Kami
hanya akan menggunakan hadits-hadits yang maqbul (bisa diterima periwayatannya)
yaitu yang shahih atau hasan, ada pun hadits yang mardud (tertolak/tidak boleh
digunakan khususnya dalam masalah aqidah dan hukum) yaitu hadits dhaif, tidak
akan kami gunakan. Nas’alullaha as salamah wal ‘afiyah
Dari Abu Hurairah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi wa SallamI bersabda:
“Di antara baiknya Islam seseorang adalah ia meninggalkan hal-hal yang tidak bermanfaat.” (HR. Imam At Tirmidzi, ia berkata ‘hasan’. Bulughul Maram, Bab Az Zuhd wal Wara’, hal. 277, hadits no. 1287. Darul Kutub al Islamiyah)
Ya, tanda baiknya kualitas Islam seseorang adalah
ia meninggalkan perbuatan yang tidak bermanfaat. Rokok tidak membawa
manfaat apa-apa, kecuali ancaman bagi kesehatan dan jiwa dan pemborosan. Ada
pun ketenangan dan konsentrasi setelah merokok, itu hanyalah sugesti. Hendaknya
bagi seorang muslim yang sadar dan faham agama merenungi hadits yang mulia ini.
Dari Abu Shirmah Radhiallahu ‘Anhu, bahwa
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Barangsiapa yang
memudharatkan (merusak) seorang muslim yang lain, maka Allah akan
memudharatkannya, barang siapa yang menyulitkan orang lain maka Allah akan
menyulitkan orang itu.” (HR. Abu Daud dan At Tirmidzi, ia menghasankan.
Bulughul Maram, hal. 282, hadits no. 1311)
Ada istilah perokok pasif yaitu orang yang
tidak merokok namun tanpa disengaja (baik ia sudah menghindar atau belum) ia
menghirup juga asap rokok. Bahkan menurut penelitian, perokok pasif mendapatkan
dampak yang lebih berbahaya, sebab selain ia mendapatkan racun dari asap rokok,
juga mendapat racun dari udara yang ditiupkan si perokok yang telah bercampur
dengan asapnya. Inilah mudharat (kerusakan) yang telah dibuat oleh para perokok
aktif kepada orang lain. Jelas Rasulullah amat melarangnya, bahkan ia mendoakan
agar Allah Ta’ala membalas perbuatan rusak orang tersebut.
Dalam sejarahnya, rokok pertama kali dilakukan oleh suku Indian ketika sedang ritual penyembahan dewa-dewa mereka. Kami yakin perokok saat ini tidak bermaksud seperti suku Indian tersebut, namun perilaku yang nampak dari mereka merupakan bentuk tasyabbuh bil kuffar (penyerupaan dengan orang kafir) yang sangat diharamkan Islam. Dan perlu diketahui, bahwa Fiqih Islam menilai seseorang dari yang terlihat (nampak), adapun hati atau maksud orangnya, kita serahkan kepada Allah Ta’ala.
Allah Ta’ala berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu
tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan
dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (QS. Al Isra’
(17): 36)
Demikian, kami cukupkan dulu dalil-dalil dari
hadits-hadits Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebenarnya seluruh
keterangan di atas –kami kira- sudah mencukupi, namun ada baiknya kami
tambahkan beberapa hal untuk lebih meyakinkan lagi.
3. Qawaid al Fiqhiyyah (Kaidah-kaidah fiqih)
Dalam menentukan haramnya rokok ini ada beberapa kaidah yang menguatkan, di antaranya:
Ma ada ilal haram fa huwa haram atau Al Washilah ilal haram fa hiya haram (Sesuatu atau sarana yang membawa kepada keharaman, maka hukumnya haram). Merusak diri sendiri dengan perbuatan yang bisa mengancam kesehatan dan jiwa, jelas diharamkan dalam syariat, tanpa ragu lagi. Maka, merokok atau perilaku apa saja yang bisa merusak diri dan mengancam jiwa, baik cepat atau lambat, adalah haram, karena perilaku tersebut merupakan sarananya.
Laa Dharara wa Laa Dhirar (janganlah kalian rusak (melakukan dharar) atau merusak orang lain). Sebenarnya kaidah ini adalah bunyi hadits riwayat Imam Ahmad dan Ibnu Majah. Merokok selain merusak diri sendiri, juga merusak kesehatan orang lain di sekitarnya (perokok pasif). Keduanya (yakni merusak diri sendiri dan merusak orang lain) sama-sama dilarang oleh syariat. Ada pun bagi pelakunya ia mengalami dharar mali (kerusakan pada harta, karena ia menyia-nyiakannya), dharar jasady (kerusakan tubuh, karena membahayakan kesehatan bahkan jiwa), dharar nafsi (merusak kepribadian-citra diri). Jika berbahaya bagi kesehatan saja sudah cukup untuk mengharamkan, apalagi jika sudah termasuk menghamburkan uang dan menurunkan harga diri. Tentu lebih kuat lagi pengharamannya.
Dar’ul mafasid muqaddamun ‘ala jalbil mashalih (Menghindari kerusakan, harus didahulukan dibanding mengambil manfaat). Kita tahu, para perokok –katanya- merasa tenang dan konsentrasi ketika merokok. Baik, taruhlah itu manfaat yang ada, namun ternyata dan terbukti bahwa mudharatnya sangat jauh lebih besar, maka menurut kaidah ini walau rokok punya manfaat, ia tetap wajib ditinggalkan, dalam rangka menghindari kerusakan yang ditimbulkannya. Faktanya, manfaatnya tidak ada, hanya sugesti dan mitos.
4. Alasan Mereka dan Bantahannya
Mereka beralasan bahwa “hukum asal segala
sesuatu (urusan dunia) adalah mubah (boleh) kecuali ada dalil syariat yang
mengharamkannya. Nah, kami tidak menemukan dalil pengharamannya.”
Alasan ini sudah terjawab secara tuntas dan rinci dari uraian di atas. Telah kami paparkan beberapa ayat, beberapa hadits, yang mengarah pada haramnya rokok (atau apa saja yang termasuk membahayakan kesehatan dan jiwa, dan mubadzir), beserta pandangan para Imam umat Islam. Ucapan “kami tidak menemukan dalil pengharamannya” bukan berarti tidak ada dalilnya. Sebab, tidak menemukan bukan berarti tidak ada. Hal ini, tergantung kejelian, kemauan, dan –yang paling penting- kesadaran manusianya. Memang, masalah ilmu dan kebenaran, bukan tempatnya bagi orang malas dan pengekor hawa nafsu dan emosi.
Mereka beralasan bahwa, “Kami pusing jika tidak merokok, jika merokok, kami kembali tenang dan konsentrasi.”
Alasan ini sudah terjawab secara tuntas dan rinci dari uraian di atas. Telah kami paparkan beberapa ayat, beberapa hadits, yang mengarah pada haramnya rokok (atau apa saja yang termasuk membahayakan kesehatan dan jiwa, dan mubadzir), beserta pandangan para Imam umat Islam. Ucapan “kami tidak menemukan dalil pengharamannya” bukan berarti tidak ada dalilnya. Sebab, tidak menemukan bukan berarti tidak ada. Hal ini, tergantung kejelian, kemauan, dan –yang paling penting- kesadaran manusianya. Memang, masalah ilmu dan kebenaran, bukan tempatnya bagi orang malas dan pengekor hawa nafsu dan emosi.
Mereka beralasan bahwa, “Kami pusing jika tidak merokok, jika merokok, kami kembali tenang dan konsentrasi.”
Alasan ini tidak layak keluar dari mulut orang
Islam yang baik, apalagi da’i. Ucapan ini justru telah membuka kedok, bahwa
orang tersebut telah ketergantungan dengan rokok, yang justru memperkuat
keharamannya. Bahkan menurut Prof. Dr. Quraisy Syihab, rokok telah menjadi
berhala bagi orang ini, sehingga ia tidak layak menjadi imam shalat. Itu
menurut Prof. Dr. Quraisy Syihab. Bagi kami, ia masih boleh menjadi imam
shalat, sebab Abdullah bin Umar Radhiallahu ‘Anhu pernah shalat menjadi makmum
di belakang ahli maksiat, yaitu seorang gubernur zhalim di Madinah, Hajjaj bin
Yusuf ats Tsaqafy.
Ya, ajaib memang. Jika, memang mengaku muslim (tidak usahlah mu’min kalau masih berat), seharusnya ia berdzikir kepada Allah Ta’ala supaya pikiran tenang, hati khusyu’ dan konsentrasi, bukan dengan merokok! Karena hanya dengan mengingat Allah Ta’ala hati menjadi tenang. Wallahul Musta’an!
Ya, ajaib memang. Jika, memang mengaku muslim (tidak usahlah mu’min kalau masih berat), seharusnya ia berdzikir kepada Allah Ta’ala supaya pikiran tenang, hati khusyu’ dan konsentrasi, bukan dengan merokok! Karena hanya dengan mengingat Allah Ta’ala hati menjadi tenang. Wallahul Musta’an!
Allah Ta’ala berfirman:
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati
mereka manjadi tenteram dengan mengingat Allah. Ingatlah, Hanya dengan
mengingati Allah-lah hati menjadi tenteram.” (QS. Ar Ra’du (13): 28)
Alasan lainnya adalah, “Bagi kami merokok
adalah makruh saja, makruh’kan tidak berdosa.”
Jawaban ini hanya keluar dari orang yang wahnun fid din (lemah dalam beragama), tidak wara’, mempermainkan fiqih, dan mutasahil (menggampang-gampangkan). Jika benar itu makruh, maka tahukah Anda apa itu makruh? Ia diambil dari kata karaha (membenci), makruh artinya sesuatu yang dibenci, siapa yang membenci? Allah Ta’ala! Muslim yang baik, yang mengaku Allah Ta’ala adalah kekasihnya, ia akan meninggalkan hal yang dibenci kekasihnya. Kekasih model apa yang hobi melakukan sesuatu yang dibenci olah sang kekasih?
Dahulu, kami pun sekadar memakruhkan rokok, sebagaimana pendapat Imam Hasan al Banna dan Syaikh Said Hawwa Rahimahumallah. Namun, apa yang kami yakini itu, dan apa yang difatwakan oleh dua ulama ini adalah pandangan lama ketika sains belum berkembang, penemuan tentang bahaya rokok tidak separah seperti yang terkuak sekarang. Kami yakin, jika dua ulama ini berumur panjang dan diberi kesempatan untuk melihat perkembangan bahaya rokok, niscaya mereka akan merubah pendapatnya. Sebab mereka berdua adalah ulama yang terkenal open mind (pikiran terbuka), tidak jumud (statis/diam di tempat), mereka selalu terus mencari kebenaran.
Jawaban ini hanya keluar dari orang yang wahnun fid din (lemah dalam beragama), tidak wara’, mempermainkan fiqih, dan mutasahil (menggampang-gampangkan). Jika benar itu makruh, maka tahukah Anda apa itu makruh? Ia diambil dari kata karaha (membenci), makruh artinya sesuatu yang dibenci, siapa yang membenci? Allah Ta’ala! Muslim yang baik, yang mengaku Allah Ta’ala adalah kekasihnya, ia akan meninggalkan hal yang dibenci kekasihnya. Kekasih model apa yang hobi melakukan sesuatu yang dibenci olah sang kekasih?
Dahulu, kami pun sekadar memakruhkan rokok, sebagaimana pendapat Imam Hasan al Banna dan Syaikh Said Hawwa Rahimahumallah. Namun, apa yang kami yakini itu, dan apa yang difatwakan oleh dua ulama ini adalah pandangan lama ketika sains belum berkembang, penemuan tentang bahaya rokok tidak separah seperti yang terkuak sekarang. Kami yakin, jika dua ulama ini berumur panjang dan diberi kesempatan untuk melihat perkembangan bahaya rokok, niscaya mereka akan merubah pendapatnya. Sebab mereka berdua adalah ulama yang terkenal open mind (pikiran terbuka), tidak jumud (statis/diam di tempat), mereka selalu terus mencari kebenaran.
Yang pasti, kami telah merevisi apa yang kami yakini dahulu. Sebab para ahli telah menegaskan betapa bahayanya rokok bagi penghisapnya dan orang di sekitarnya, cepat atau lambat. Dahulu dengan keterbatasan pengetahuan yang ada, para pakar mengatakan bahaya rokok hanya ini dan itu. Namun sekarang ketika ilmu pengetahuan sudah maju, rahasia yang dahulu tertutup menjadi terbuka, racun yang dahulunya tersembunyi sekarang diketahui. Maka, tidak ragu lagi, bahwa saat ini kurang tepat jika rokok dihukumi makruh, melainkan haram. Masalahnya, adakah kesadaran dalam diri kita untuk merubah kebiasaan yang sudah mentradisi?
Sungguh, bersegera menuju kebenaran adalah lebih utama dari pada berlama-lama dalam kesalahan.
5. Pandangan Ulama Dunia Tentang Rokok
Syaikh Muhammad bin Ibrahim bin Ali Asy Syaikh
berkata, “Saya pernah ditanya tentang hukum tembakau yang sering dihisap oleh
orang yang belum paham tentang haramnya rokok. Maka kami jawab, bahwa kami
kalangan para ulama dan syaikhSyaikh kita yang dahulu, para ahli ilmu, para
imam da’wah, ahli Najd (daerah antara Makkah dan Madinah), dahulu sampai
sekarang menghukumi bahwa rokok itu haram, berdasarkan dalil yang shahih, dan
akal yang waras, serta penelitian para dokter yang masyhur.” Lalu Syaikh
menyebut dalil-dalil tersebut, beliau juga mengatakan bahwa haramnya rokok
telah difatwakan oleh para ulama dari kalangan madzhab yang empat.
Syaikh Abdurrahman bin Sa’di (Ulama tafsir
terkenal) berkata, “Perokok, penjualnya, dan orang yang membantunya, semuanya
haram. Tidak halal bagi umat islam memperolehnya, baik untuk dihisap atau untuk
dijual. Barangsiapa yang memperolehnya, hendaknya ia bertaubat dengan taubat
nasuha dari semua dosa. Sebab rokok ini masuk kepada dalil keumuman nash (teks
Al Qur’an) yang menunjukkan haram baik lafazh atau makna..dst.”
Syaikh Musthafa al Hamami dalam An Nahdhatu al Ishlahiyah bekata tentang keanehan para perokok, “Tembakau dan rokok adalah perkara yang hampir sama. Keduanya memiliki daya tarik dan pengaruh yang kuat bagi para pecandunya, sehingga begitu menakjubkan, seolah-olah tidak ada daya tarik yang melebihi rokok. Kita saksikan bersama, betapa gelisahnya para penghisap rokok jika dia ingin merokok, sedangkan ia tidak punya uang. Maka ia akan mencari temannya yang merokok untuk mengemis walau satu batang. Hal ini kami ceritakan, karena kami melihatnya sendiri. Yang lucu, pengemis rokok itu orang yang berkedudukan tinggi, tetapi karena kuatnya dorongan untuk merokok membuat dirinya menjual harga dirinya untuk mengemis rokok walau satu batang!”
Syaikh Musthafa al Hamami dalam An Nahdhatu al Ishlahiyah bekata tentang keanehan para perokok, “Tembakau dan rokok adalah perkara yang hampir sama. Keduanya memiliki daya tarik dan pengaruh yang kuat bagi para pecandunya, sehingga begitu menakjubkan, seolah-olah tidak ada daya tarik yang melebihi rokok. Kita saksikan bersama, betapa gelisahnya para penghisap rokok jika dia ingin merokok, sedangkan ia tidak punya uang. Maka ia akan mencari temannya yang merokok untuk mengemis walau satu batang. Hal ini kami ceritakan, karena kami melihatnya sendiri. Yang lucu, pengemis rokok itu orang yang berkedudukan tinggi, tetapi karena kuatnya dorongan untuk merokok membuat dirinya menjual harga dirinya untuk mengemis rokok walau satu batang!”
Syaikh Shalih bin Fauzan bin Abdullah Fauzan
hafizhahullah dalam Al I’lam bi Naqdi Kitab al Halal wal Haram, berkata setelah
ia menjelaskan haramnya rokok, “Begitulah intisari nasihat dari dokter tentang
bahaya rokok, yang kami ketengahkan setelah fatwa para ulama tentang bahaya
rokok. Apakah pantas bagi mereka yang sudah memahami berbagai macam fatwa ulama
ini dan pandangan para dokter ahli, mereka masih ragu tentang haramnya rokok
dan enggan meninggalkannya? Tidaklah yang demikian itu melainkan suatu
ketakabburan tanpa alasan.”
Syaikh Yusuf al Qaradhawy hafizhahullah berkata
dalam Al Halal wal Haram fil Islam, “Kami mengatakan bahwa rokok, selama hal
itu telah dinyatakan membahayakan, maka hukumnya haram. Lebih-lebih jika dokter
spesialis sudah menetapkan hal itu kepada orang tertentu.
Sekali pun tidak jelas bahayanya terhadap kesehatan, tetapi yang jelas hal itu termasuk membuang uang untuk yang tidak bermanfaat, baik untuk agama atau urusan dunia. Dalam hadits dengan tegas Rasulullah melarang membuang-buang harta. Keharamannya lebih kuat lagi, jika ternyata sebenarnya ia amat memerlukan uang itu untuk dirinya atau keluarganya.” Inilah fatwa Syaikh al Qaradhawy saat kitabnya ini baru dibuat yakni tahun 1960-an. Dalam Hadyu al Islam Fatawa Mu’ashirah jilid 1, tahun 1988, Darul Ma’rifah Ia lebih panjang lagi menjelaskan tentang haramnya rokok setelah ia membandingkan seluruh alasan yang membolehkan, memakruhkan, dan mengharamkan. Dengan dalil yang ada, serta maksud dalil tersebut, beserta keterangn para dokter, Ia semakin mantap tentang haramnya rokok.
Demikianlah tulisan ini, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan menambah wawasan Ilmiah Islamiah, serta pertimbangan yang penting untuk siapa saja yang menghendaki kebaikan dunia dan akhirat.
Sekali pun tidak jelas bahayanya terhadap kesehatan, tetapi yang jelas hal itu termasuk membuang uang untuk yang tidak bermanfaat, baik untuk agama atau urusan dunia. Dalam hadits dengan tegas Rasulullah melarang membuang-buang harta. Keharamannya lebih kuat lagi, jika ternyata sebenarnya ia amat memerlukan uang itu untuk dirinya atau keluarganya.” Inilah fatwa Syaikh al Qaradhawy saat kitabnya ini baru dibuat yakni tahun 1960-an. Dalam Hadyu al Islam Fatawa Mu’ashirah jilid 1, tahun 1988, Darul Ma’rifah Ia lebih panjang lagi menjelaskan tentang haramnya rokok setelah ia membandingkan seluruh alasan yang membolehkan, memakruhkan, dan mengharamkan. Dengan dalil yang ada, serta maksud dalil tersebut, beserta keterangn para dokter, Ia semakin mantap tentang haramnya rokok.
Demikianlah tulisan ini, semoga menjadi ilmu yang bermanfaat dan menambah wawasan Ilmiah Islamiah, serta pertimbangan yang penting untuk siapa saja yang menghendaki kebaikan dunia dan akhirat.
Al faqir Ila Rahmati Rabbihi
Sumber : Ust.Farid Nu’man