Senin, 21 Mei 2012

Asas non retroaktif


ASAS NON-RETROACTIVE

Apakah asas non-retroaktif hanya berlaku untuk hukum pidana saja atau juga berlaku untuk bidang hukum yang lain, serta apakah asas tersebut hanya berlaku untuk hukum materil atau juga berlaku untuk hukum formil.
Untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut penulis akan mengujinya dengan ilustrasi-ilustrasi kasus dibawah ini.
A. Misalnya pada tahun 2000 terjadi hubungan seksual sesama jenis antara A yang berusia 25 tahun melakukan perbuatan cabul dengan B yang pada saat itu berusia 20 tahun. Pada saat itu aturan perdata menyatakan bahwa batas usia kedewasaan laki-laki adalah 18 tahun. Berdasarkan hal tersebut maka terhadap A tidak dapat dijatuhkan pasal 292 KUHP yang melarang pencabulan dengan orang dibawah umur karena B berdasarkan aturan perdata saat itu dianggap telah dewasa. Kemudian pada tahun 2001 terjadi perubahan aturan perdata yang menyatakan bahwa batas usia kedewasaan laki-laki adalah 21 tahun. Jika pendapat yang menyatakan bahwa asas non-retroactive hanya berlaku untuk hukum pidana materil yang berarti pula bahwa aturan perdata dapat berlaku surut maka A menjadi dapat dipidana dengan pasal 292 KUHAP. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah hal tersebut tepat?
Berdasarkan ilustrasi-ilustrasi di atas penulis berkesimpulan bahwa tidaklah benar jika asas non-retroactive hanya berlaku untuk hukum pidana saja, karena penerapan aturan secara retroaktif dalam peraturan perundang-undangan selain hukum pidana ternyata juga mengakibatkan dirugikannya hak-hak sesorang bahkan dapat berakibat terjadinya kekacauan hukum serta ketidakpastian hukum.
Mengenai pertanyaan selanjutnya, apakah asas non retroactive hanya berlaku untuk hukum materil atau juga terhadap hukum formil penulis juga akan menjawabnya dengan memberikan ilustrasi perkara?
E. Misalnya menurut KUHAP penangkapan terhadap seorang tersangka oleh penyidik dianggap sah walaupun tidak disertai dengan surat penangkapan. A pada tanggal 5 Febuari 2000 ditangkap oleh penyidik tanpa disertai surat penangkapan. Pada tanggal 10 Februari 2000 terjadi perubahan KUHAP yang menyatakan bahwa penangkapan hanya dapat dilakukan jika disertai dengan surat penangkapan, dan penangkapan yang tidak sah mengakibatkan dihentikannya penyidikan. Pertanyannya adalah apakah A berhak untuk menuntut dihentikannya penyidikan karena menurutnya penangkapan yang dilakukan terhadapnya pada tanggal 5 februari 2000 tidak sah berdasarkan KUHAP yang baru? Jika ya, lalu bagaimana terhadap perkara yang seperti demikian yang pada saat itu sudah berada di tingkat banding atau kasasi?
Berdasarkan ilustrasi-ilustrasi di atas penulis berkesimpulan bahwa asas non retroaktif tidak hanya berlaku untuk hukum materil/substansif akan tetapi juga berlaku untuk hukum formil/ajektif atau hukum yang mengatur mengenai acara. Penerapan hukum formil secara surut ternyata dapat mengakibatkan kekacauan administration of justice yang sangat pelik. Jadi menurut pendapat penulis pada prinsipnya asas non-retroaktif mengikat semua peraturan perundang-undangan, atau dengan kata lain pada prinsipnya semua peraturan harus bersifat prospektif.
Pendapat penulis di atas sejalan dengan fakta bahwa di Indonesia pernah terdapat aturan yang telah mengatur mengenai asas non-retroative ini, tepatnya pada masa Hindia Belanda, yaitu pada pasal 3 Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) yang terjemahannya :
"Undang-undang hanya mengikat untuk masa mendatang dan tidak mempunyai kekuatan yang berlaku surut."
Atas ketentuan tersebut Prof. Purnadi Purbacaraka dan Prof. Dr. Soerjono Soekanto dalam bukunya Perundang Undangan dan Yurisprudensi menjelaskan bahwa arti daripada asas ini adalah bahwa undang-undang hanya boleh dipergunakan terhadap peristiwa yang disebut dalam undang-undang tersebut dan terjadi setelah undang-undang itu dinyatakan berlaku.
Terlepas dari apakah aturan AB tersebut saat ini masih berlaku atau tidak di Indonesia aturan tersebut menunjukkan kepada kita bahwa sebenarnya asas non retroactive memang tidak hanya berlaku untuk hukum pidana materil saja, akan tetapi asas tersebut berlaku untuk semua aturan perundang-undangan.

Penulis :
Arsil
Wakil Direktur Eksekutif
Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP)
Puri Imperium Office Plaza Upper Ground Floor. Unit UG 11 & 12
Jl. Kuningan Madya Kav. 5-6 Kuningan Jakarta 12980 Indonesia
Phone: (62-21) 8302088 Fax: (62-21) 83701810

Tidak ada komentar:

Posting Komentar