Senin, 21 Mei 2012

Perkawinan Campuran


Perkawinan Campuran
PROSEDUR PERKAWINAN CAMPURAN DI INDONESIA

1. Perkawinan Campuran
Perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan, dikenal dengan Perkawinan Campuran (pasal 57 UU No. 1 tahun 1974 tentang Perkawinan).

2. Sesuai dengan UU Yang Berlaku
Syarat Perkawinan Campuran yaitu ada persetujuan kedua calon mempelai, izin dari kedua orangtua/wali bagi yang belum berumur 21 tahun, dan sebagaimua (lihat pasal 6 UU Perkawinan).

3. Surat Keterangan dari Pegawai Pencatat Perkawinan
Meminta pegawai pencatat perkawinan untuk memberikan Surat Keterangan dari pegawai pencatat perkawinan masing-masing pihak,anda dan calon suami anda, (pasal 60 ayat 1 UU Perkawinan). Bila petugas pencatat perkawinan menolak memberikan surat keterangan, maka anda dapat meminta Pengadilan memberikan Surat Keputusan, yang menyatakan bahwa penolakannya tidak beralasan (pasal 60 ayat 3 UU Perkawinan).

Surat Keterangan atau Surat Keputusan Pengganti Keterangan ini berlaku selama enam bulan. Jika selama waktu tersebut, perkawinan belum dilaksanakan, maka Surat Keterangan atau Surat Keputusan tidak mempunyai kekuatan lagi (pasal 60 ayat 5 UU Perkawinan).

4. Surat-surat yang harus dipersiapkan

Ada beberapa surat lain yang juga harus disiapkan, yakni:

a. Untuk calon suami
Meminta calon suami anda untuk melengkapi surat-surat dari daerah atau negara asalnya. Untuk dapat menikah di Indonesia, ia juga harus menyerahkan "Surat Keterangan" yang menyatakan bahwa ia dapat kawin dan akan kawin dengan WNI. SK ini dikeluarkan oleh instansi yang berwenang di negaranya. Selain itu harus pula dilampirkan:
  • Fotokopi Identitas Diri (KTP/pasport)
  • Fotokopi Akte Kelahiran
  • Surat Keterangan bahwa ia tidak sedang dalam status kawin;atau
  • Akte Cerai bila sudah pernah kawin; atau
  • Akte Kematian istri bila istri meninggal
  • Surat-surat tersebut lalu diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia oleh penterjemah yang disumpah dan kemudian harus dilegalisir oleh Kedutaan Negara WNA tersebut yang ada di Indonesia.
b. Untuk anda, sebagai calon istri
Anda harus melengkapi diri anda dengan:
  • Fotokopi KTP
  • Fotokopi Akte Kelahiran
  • Data orang tua calon mempelai
  • Surat pengantar dari RT/RW yang menyatakan bahwa anda tidak ada halangan untuk melangsungkan perkawinan
6. Pencatatan Perkawinan (pasal 61 ayat 1 UU Perkawinan)
Pencatatan perkawinan ini dimaksudkan untuk memperoleh kutipan Akta Perkawinan (kutipan buku nikah) oleh pegawai yang berwenang. Bagi yang beragama Islam, pencatatan dilakukan oleh pegawai Pencatat Nikah atau Pembantu Pegawai Pencatat Nikah Talak Cerai Rujuk. Sedang bagi yang Non Islam, pencatatan dilakukan oleh Pegawai Kantor Catatan Sipil.

7. Legalisir Kutipan Akta Perkawinan
Kutipan Akta Perkawinan yang telah anda dapatkan, masih harus dilegalisir di Departemen Hukum dan HAM dan Departemen Luar Negeri, serta didaftarkan di Kedutaan negara asal suami,maka perkawinan anda sudah sah dan diterima secara internasional, baik bagi hukum di negara asal suami, maupun menurut hukum di Indonesia

8. Konsekuensi Hukum
konsekuensi yang harus anda terima bila menikah dengan seorang WNA yaitu status anak. Berdasarkan UU Kewarganegaraan terbaru, anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNI dengan pria WNA, maupun anak yang lahir dari perkawinan seorang wanita WNA dengan pria WNI, kini sama-sama telah diakui sebagai warga negara Indonesia. Anak tersebut akan berkewarganegaraan ganda, dan setelah anak berusia 18 tahun atau sudah kawin maka ia harus menentukan pilihannya.
Pernyataan untuk memilih tersebut harus disampaikan paling lambat 3 (tiga) tahun setelah anak berusia 18 tahun atau setelah kawin. Jadi bersiaplah untuk mengurus prosedural
pemilihan kewarganegaraan anak anda selanjutnya.


Catatan: 
Bagi perkawinan campuran yang dilangsungkan di luar Indonesia, harus didaftarkan di kantor Catatan Sipil paling lambat 1 (satu) tahun setelah yang bersangkutan kembali ke Indonesia. Bila tidak, maka perkawinan anda belum diakui oleh hukum kita. Surat bukti perkawinan itu didaftarkan di Kantor Pencatatan Perkawinan tempat tinggal anda di Indonesia (pasal 56 ayat (2) UU No 1/74).
Referensi Utama: LI Seri 45 - LBH APIK Jakarta


Artikel terkait:

PERATURAN TENTANG PERKAWINAN CAMPURAN
(Penetapan Raja tanggal 29 Desember 1896 No.23 - Stbl 1898 No.158, dir. dandit. dengan Stbl.
1901/348, 1902/311, 1907/2O5, 1918/30, 159, 160 dan 161,1919/81 dan 816,1931/168 jo 423).
Pasal 1
Yang dinamakan Perkawinan Campuran, ialah perkawinan antara orang-orang yang, di Indonesia untuk
kenada hukum-hukum yang berlainan.
Pasal 2
Seorang perempuan (isteri) yang melakukan perkawinan campuran selama pernikahan itu belum putus,
maka si perempuan (isteri) tunduk kepada hukum yang berlaku untuk suaminya maupun hukum publik
maupun hukum sipil.
Pasal 3
Kecuali dalam hal-hal yang tersebut pada pasal 4 seorang perempuan yang melakukan perkawinan
campuran masih pula mempunyai kedudukan hukum yang didapatnya dari sebab perkawinan campuran
itu atau sebagai akibat dari perkawinan campuran.
Pasal 4
(1) Menurut hukum, si perempuan kehilangan kedudukan hukum dan dengan itu kehilangan pula hakhak
dan kewajiban-kewajiban yang, diperolehnya atau diberatkan kepadanya menurut hukum yang
berlaku baginya dari sebab perkawinan campuran itu, jika sesudah putus perkawinan itu lalu kawin lagi
dengan lelaki yang tunduk kepada hukum yang berlainan dengan hukum yang berlaku bagi suami yang
semula, atau apabila perempuan itu, dalam masa setahun sesudahnya putus perkawinannya itu,
memberi keterangan, bahwa ia ingin kembali kepada kedudukan hukum asal.
(2) Karena keterangan itu, maka perempuan itu menurut hukum kembali kepada hukum asal sebelum ia
melakukan perkawinan campuran.
Pasal 5
Keterangan tersebut pada pasal 4 itu diberikan kepada Kepala Pemerintah Daerah tempat kediaman
perempuan itu. Keterangan itu dicatat dalam suatu daftar khusus diadakan untuk keperluan itu oleh
pegawai tersebut, serta diumumkan dengan selekas mungkin dalam surat kabar resmi (berita Negara).
Pasal 6
(1) Perkawinan campuran dilangsungkan menurut hukum yang berlaku untuk si suami, kecuali izin dari
kedua belah pihak bakal mempelai, yang, selalu harus ada.
(2) Jika menurut hukum yang berlaku untuk si lelaki itu tidak ada seorang yang ditentukan untuk
mengawasi atau diwajibkan melangsungkan pernikahan itu, maka pernikahan itu dilangsungkan oleh
Kepala Golongan si lelaki atau si wakilnya dan jika kepala itu tak ada, maka diawasi oleh Kepala
Kampung atau Kepala Desa, dimana perwakilan itu dijalankan.
3) Jika hukum itu (yang berlaku untuk si lelaki) tidak mengharuskan bahwa perkawinan itu dibuktikan
dengan surat nikah, maka orang yang mengadakan perkawinan campuran, atau dibawah pengawasan
mana perkawinan campuran itu dilangsungkan wajib membuat surat nikah menurut model yang
ditetapkan oleh Gubernur Jenderal.
(4) Jika orang tersebut tak dapat menulis, maka surat nikah harus ditulis seorang yang ditunjuk untuk itu
oleh Kepala Pemerintah Daerah.
(5) Jika untuk si perempuan berlaku hukum keluarga Eropa (Euro-peesch Familiercht) sedang untuk si
lelaki tidak, maka orang, yang mengawinkan atau yang mengawasi perkawinan itu, harus mengirimkan
surat nikah itu kepada Pegawai Pencatat Sipil untuk bangsa Eropa dan bangsa yang disamakan dengan
bangsa Eropa, didaerah dimana perkawinan dijalankan, bahwa masa yang akan ditetapkan oleh
ordonansi. Surat nikah itu oleh pegawai tersebut dicatat dalarn suatu pendaftaran, yang disediakan
khusus untuk keperluan itu, serta disimpan olehnya.
Pasal 7
(1) Perkawinan campuran tak dapat dilakukan, sebelumnya terbukti bahwa hal-hal yang mengenai diri si
perempuan itu telah dipenuhi yakni aturan-aturan atau syarat-syarat yang ditentukan oleh hukum yang
berlaku untuk si perempuan itu, yang bersangkut paut dengan sifat-sifat dan syaratsyarat yang
diperlukan untuk melangsungkan perkawinan dan begitu juga formalitiet-formalitiet yang harus dijalankan
sebelum perkawinan itu dilakukan.
(2) Perbedaan agama, bangsa atau asal itu sama sekali bukanlah menjadi halangan untuk perkawinan
itu.
(3) Untuk membuktikan, bahwa aturan-aturan atau syarat-syarat tersebut dalam ayat satu dari pasal ini
sudah dipenuhi dan oleh karena itu sudah tidak ada rintangan lagi untuk melangsungkan perkawinan
campuran, maka oleh mereka yang menurut hukum yang berlaku untuk si perempuan diwajibkan
mengadakan nikah, atau yang kuasa mengadakan nikah dari tempat kediamanan si perempuan,
diberikan surat keterangan dengan percuma serta tidak memakai meterai, kecuali jika perkawinan itu
akan terjadi antara. dua pihak yang takluk pada hukum keluarga Eropa.
Jika orang yang tersebut itu menurut hukum yang berlaku untuk si perempuan tak ada, maka keterangan
itu diberikan oleh Kepala Penduduk golongan si perempuan itu, atau jika kepala sedemikian tak ada,
oleh orang yang ditentukan oleh Kepala Pemerintahan Daerah di tempat kediaman si perempuan, atau
dimana si perempuan bertempat tinggal.
(4) Jika orang tersebut itu tidak dapat menulis, maka berlaku ayat 4 pasal 6.
(5) Keterangan tersebut pada ayat 3 pasal ini menurut hukum tidak mempunyai kekuatan lagi jika
perkawinan itu tidak dijalankan dalam masa setahun, sesudah keterangan itu diberikan.
Pasal 8
(1) Jika surat keterangan itu tidak diberikan, maka atas permintaan yang berkepentingan atau mereka
yang berkepentingan, Pengadilan biasa dari si perempuan memberi keputusan dengan tidak beracara
serta dengan tidak boleh dimintakan banding (appel) lagi tentang penolakan pemberian Surat
keterangan itu beralasan atau tidak.
(2) Jika Pengadilan itu memutuskan, bahwa penolakan itu tidak beralasan, maka keputusan itu menjadi
pengganti keterangan yang tersebut pada pasal yang baru lalu ini. (lihat pasal 7 ayat (3)).
Terhadap keputusan ini berlaku pula apa yang tersebut pada alinia penghabisan dari pasal 7.
Pasal 9
Barang siapa yang melangsungkan perkawinan campuran dengan tidak memperlihatkan lebih dahulu
kepadanya surat keterangan tersebut pada pasal 7 ayat (3), ataupun keputusan Pengadilan tersebut
pada ayat (2) dari pasal yang baru lalu (pasal 8), dalam hal-hal keterangan atau keputusan ini perlu
diperlihatkan, dihukum denda sebanyak-banyaknya 15 kali lima puluh rupiah (Stbl. 1917/497 jo.645
pasal 6 nomor 107 dan L.N.52/1960 jo. 1/1961)
Perkawinan campuran yang dilangsungkan diluar Indonesia atau dibagian Indonesia yang masih
mempunyai pemerintahan sendiri (Indonesisch Zelfbestuur) adalah sah, jika perkawinan itu dilakukan
menurut aturan-aturan yang berlaku di negeri tersebut, dimana perkawinan itu dilangsungkan, asal saja
kedua pihak tidak melanggar aturan-aturan atau syarat-syarat dari hukum yang berlaku untuk mereka
masing-masing, ialah dari tentang sifat-sifat yang diperlukan untuk melangsungkan suatu pernikahan.
Pasal 11
Anak-anak lahir dari perkawinan campuran yang dilangsungkan menurut hukum hukum yang dulu
mempunyai kedudukan hukum menurut kedudukan hukum bapak mereka, baik terhadap hukum publik
maupun hukum sipil.
Pasal 12
Kedudukan hukum anak-anak tersebut pada pasal yang lalu ini (pasal 11) oleh karena surat nikah ayah
ibu mereka ada kekurangan syarat-syarat atau oleh sebab tidak ada surat nikah tidak dapat diperlihatkan
jika anak-anak itu lahirnya mempunyai kedudukan hukum sebagai anak-anak ayah ibu mereka sedang,
orang tua mereka hidup dengan terangan-terangan sebagai laki isteri.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar