Senin, 21 Mei 2012

Recidive


PENGULANGAN TINDAK PIDANA
(RECIDIVE)
A. PENGERTIAN RECIDIVE
Recidive atau pengulangan tindak pidana terjadi da­lam hal seseorang yang melakukan suatu tindak pidana dan telah dijatuhi pidana dengan suatu putusan Hakim yang tetap (in krachtvan gewijsde), kemudian melakukan suatu tindak pidana lagi. Jadi dalam Recidive, sama halnya dengan Concursus Realis, seseorang melakukan lebih dari satu tindak pidana. Perbedaannya ialah bahwa pada recidive sudah ada putusan Hakim yang berkekuatan tetap yang berupa pemidanaan terhadap tindak pidana yang dilakukän terdahulu atau sebelumnya. Recidive merupakan alasan untuk memperkuat pemidana­an.
Ada dua sistem pemberatan pidana berdasar adanya recidive, yaitu sistem :
1. Recidive umum.
Menurut sistem ini, setiap pengulangan terhadap jenis tindak pidana apapun dan dilakukan dalam waktu kapan saja, merupakan alasan untuk pemberatan pida­na. Jadi tidak ditentukan jenis tindak pidana yang di­lakukan maupun tenggang waktu pengulangannya. Dengan tidak ditentukan tenggang waktu pengulangan­nya, maka dalam sistem ini tidak ada daluwarsa recidive.
2. Recidive khusus.
Menurut sistem ini tidak semua jenis pengulang­an merupakan alasan pemberatan pidana. Pemberatan pidana hanya dikenakan terhadap pengulangan yang dilakukan terhadap jenis tindak pidana tertentu dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu pula.
B. RECIDIVE MENURUT KUHP
Pengulangan tindak pidana dalam KUHP tidak dia­tur secara umum dalam “Aturan Umum” Buku I, tetapi diatur secara khusus untuk sekelompok tindak pidana tertentu baik yang berupa kejahatan didalam Buku II ma­upun yang berupa pelanggaran didalam Buku III.
Disamping itu KUHP juga mensyaratkan tenggang waktu pengulangan yang tertentu. Dengan demikian KUHP menganut sistem Recidive Khusus artinya pemberatan pidana hanya dikenakan pada pengulangan jenis-jenis tin­dak pidana (kejahatan/pelanggaran) tertentu saja dan yang dilakukan dalam tenggang waktu tertentu.
1. Recidive kejahatan.                                                                                                
Dengan dianutnya sistem Recidive khusus, maka recidive kejahatan menurut KUHP adalah recidive “kejahatan-kejahatan tertentu”.
Mengenai recidive kejahatan-kejahatan tertentu ini KUHP membedakan antara :
a. Recidive terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang “sejenis”, dan
b. Recidive terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang termasuk dalam “kelompok jenis”.
Recidive terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang “sejenis”
Persyaratan recidive sebagai berikut :
1). Kejahatan yang diulangi harus sama atau sejenis de­ngan kejahatan yang terdahulu;
2). Antara kejahatan yang terdahulu dan kejahatan yang diulangi harus sudah ada keputusan Hakim berupa pemidanaan yang telah mempunyai kekuatan tetap;
3). Si pelaku melakukan kejahatan yang bersangkutan pada waktu menjalankan pencahariannya (khusus untuk pasal 216, pasal 303 bis dan pasal 393 syarat ini tidak ada);
4). Pengulangannya dilakukan dalam tenggang waktu ter­tentu yang disebut dalam pasal-pasal ybs., yaitu :
a). 2 tahun sejak adanya keputusan Hakim yang tetap
b). 5 tahun sejak adanya keputusan Hakim yang tetap.
Recidive terhadap kejahatan-kejahatan tertentu yang masuk dalam satu “kelompok jenis”.
Adapun persyaratan recidive tersebut adalah sebagai berikut :
1). Kejahatan yang diulangi harus termasuk dalam satu kelompok jenis dengan kejahatan yang perta­ma atau yang terdahulu.
Kelompok jenis kejahatan yang dimaksud ialah :
a). kelompok jenis kejahatan dalam pasal 486 yang pada umumnya mengenai kejahatan terhadap harta benda dan pemalsuan.
b). Kelompok jenis kejahatan dalam pasal 487 pa­da umumnya mengenai kejahatan terhadap orang.
c). Kelompok jenis kejahatan dalam pasal 488 pa­da umumnya mengenai kejahatan penghinaan dan yang berhubungan dengan penerbitan/per­cetakan.
Dengan meninjau pasal-pasal yang disebutkan diatas ternyata bahwa dalam sistem KUHP tidak semua keja­hatan berat dapat dijadikan sebagai alasan recidive/pe­ngulangan (alasan pemberatan pidana).
2). Antara kejahatan yang kemudian (yang diulangi) dengan kejahatan yang pertama atau terdahulu, harus sudah ada putusan hakim berupa pemidanaan yang berkekuatan tetap.
Dengan adanya syarat kedua ini, maka tidaklah dapat dikatakan recidive dalam hal putusan Hakim tidak berupa pemidanaan atau belum mem­punyai kekuatan hukum tetap atau yang berupa penetapan-penetapan (beschikking).
3). Pidana yang pernah dijatuhkan Hakim terdahulu harus berupa pidana penjara.
Dengan adanya syarat ketiga ini maka ti­dak ada alasan recidive untuk pemberatan pidana apabila pidana yang pernah dijatuhkan terdahulu berupa pidana kurungan atau pidana denda.
4). Ketika melakukan pengulangan, tenggang waktunya adalah :
a). belum lewat 5 tahun
- Sejak menjalani untuk seluruhnya atau sebagian pidana penjara yang dijatuhkan terdahulu, atau
- Sejak pidana tersebut (penjara) sama sekali telah dihapuskan, atau
b). Belum lewat tenggang waktu daluwarsa kewe­nangan menjalankan pidana (penjara) yang terdahulu.
Dari contoh diatas dapatlah disimpulkan bahwa tenggang waktu recidive dapat lebih dari 5 tahun.
2. Recidive Pelanggaran.
Dengan dianutnya sistem recidive khusus, maka recidive pelanggaran menurut KUHP juga merupakan recidive terhadap pelanggaran-pelanggaran tertentu saja yang disebut dalam Buku III.
Adapun persyaratan recidive pelanggaran disebutkan dalam masing-masing pasal yang bersangkutan, yang pada umumnya merisyaratkan sebagai berikut :
a. pelanggaran yang diulangi harus sama atau sejenis dengan pelanggaran yang terdahulu. Jadi baru dapat dikatakan ada recidive pelanggaran apabila yang ber­sangkutan melanggar pasal yang sama.
b. harus sudah ada putusan Hakim berupa peinidanaan yang telah berkekuatan tetap untuk pelangganan yang yang terdahulu;
c . tenggang waktu pengulangannya belum lewat 1 atau 2 tahun sejak adanya putusan peinidanaan yang berkeku­atan tetap.
Berdasar syarat ketiga ini maka perhitungan tenggang waktu pengulangannya tidak tergantung pada jenis pidana yang pernah dijatuhkan terdahulu dan apakah pidana tersebut sudah dijalankan atau belum (seluruh atau sebagian).
C. RECIDIVE DILUAR KUHP
1. Recidive kejahatan diluar KUHP terdapat didalam pasal 39 Undang-undang Narkotika (UU No.9 Tahun 1976).
Dari rumusan diatas terlihat, bahwa UU Narkotika me­nganut juga sistem recidive khusus yaitu, baik tindak pidana yang diulangi maupun tenggang waktu pengulangannya sudah tertentu.
Adapun sistem pemberatan pidananya, ialah:
- Untuk pidana penjara : ditambah sepertiga dari ancaman maximum.
- Untuk pidana denda : dilipatkan dua kali.

2. Recidive pelanggaran diluar KUHP.
Dalam peraturan-peraturan tersebut juga dianut sistem recidive khusus.
Tenggang waktu pengulangannya ada yang 1 tahun dan ada yang 2 tahun; sedangkan pemberatan pidananya ada yang ditambah separuh, sepertiga dan ada yang dilipat­gandakan (dikalikan dua).
D. RECIDIVE DALAM KONSEP KUHP BARU.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar