ASAS NON-RETROACTIVE
Apakah asas
non-retroaktif hanya berlaku untuk hukum pidana saja atau juga berlaku untuk
bidang hukum yang lain, serta apakah asas tersebut hanya berlaku untuk hukum
materil atau juga berlaku untuk hukum formil.
Untuk menjawab kedua pertanyaan tersebut
penulis akan mengujinya dengan ilustrasi-ilustrasi kasus dibawah ini.
A. Misalnya
pada tahun 2000 terjadi hubungan seksual sesama jenis antara A yang berusia 25
tahun melakukan perbuatan cabul dengan B yang pada saat itu berusia 20 tahun.
Pada saat itu aturan perdata menyatakan bahwa batas usia kedewasaan laki-laki
adalah 18 tahun. Berdasarkan hal tersebut maka terhadap A tidak dapat
dijatuhkan pasal 292 KUHP yang melarang pencabulan dengan orang dibawah umur
karena B berdasarkan aturan perdata saat itu dianggap telah dewasa. Kemudian
pada tahun 2001 terjadi perubahan aturan perdata yang menyatakan bahwa batas
usia kedewasaan laki-laki adalah 21 tahun. Jika pendapat yang menyatakan bahwa
asas non-retroactive hanya berlaku untuk hukum pidana materil yang berarti pula
bahwa aturan perdata dapat berlaku surut maka A menjadi dapat dipidana dengan
pasal 292 KUHAP. Yang menjadi pertanyaan adalah apakah hal tersebut tepat?
Berdasarkan
ilustrasi-ilustrasi di atas penulis berkesimpulan bahwa tidaklah benar jika
asas non-retroactive hanya berlaku untuk hukum pidana saja, karena penerapan
aturan secara retroaktif dalam peraturan perundang-undangan selain hukum pidana
ternyata juga mengakibatkan dirugikannya hak-hak sesorang bahkan dapat
berakibat terjadinya kekacauan hukum serta ketidakpastian hukum.
Mengenai pertanyaan selanjutnya, apakah
asas non retroactive hanya berlaku untuk hukum materil atau juga terhadap hukum
formil penulis juga akan menjawabnya dengan memberikan ilustrasi perkara?
E. Misalnya
menurut KUHAP penangkapan terhadap seorang tersangka oleh penyidik dianggap sah
walaupun tidak disertai dengan surat penangkapan. A pada tanggal 5 Febuari 2000
ditangkap oleh penyidik tanpa disertai surat penangkapan. Pada tanggal 10
Februari 2000 terjadi perubahan KUHAP yang menyatakan bahwa penangkapan hanya
dapat dilakukan jika disertai dengan surat penangkapan, dan penangkapan yang
tidak sah mengakibatkan dihentikannya penyidikan. Pertanyannya adalah apakah A
berhak untuk menuntut dihentikannya penyidikan karena menurutnya penangkapan
yang dilakukan terhadapnya pada tanggal 5 februari 2000 tidak sah berdasarkan
KUHAP yang baru? Jika ya, lalu bagaimana terhadap perkara yang seperti demikian
yang pada saat itu sudah berada di tingkat banding atau kasasi?
Berdasarkan
ilustrasi-ilustrasi di atas penulis berkesimpulan bahwa asas non retroaktif
tidak hanya berlaku untuk hukum materil/substansif akan tetapi juga berlaku
untuk hukum formil/ajektif atau hukum yang mengatur mengenai acara. Penerapan
hukum formil secara surut ternyata dapat mengakibatkan kekacauan administration
of justice yang sangat pelik. Jadi menurut pendapat penulis pada prinsipnya
asas non-retroaktif mengikat semua peraturan perundang-undangan, atau dengan
kata lain pada prinsipnya semua peraturan harus bersifat prospektif.
Pendapat
penulis di atas sejalan dengan fakta bahwa di Indonesia pernah terdapat aturan
yang telah mengatur mengenai asas non-retroative ini, tepatnya pada masa Hindia
Belanda, yaitu pada pasal 3 Algemene Bepalingen van Wetgeving (AB) yang
terjemahannya :
"Undang-undang
hanya mengikat untuk masa mendatang dan tidak mempunyai kekuatan yang berlaku
surut."
Atas ketentuan
tersebut Prof. Purnadi Purbacaraka dan Prof. Dr. Soerjono Soekanto dalam
bukunya Perundang Undangan dan Yurisprudensi menjelaskan bahwa arti daripada
asas ini adalah bahwa undang-undang hanya boleh dipergunakan terhadap peristiwa
yang disebut dalam undang-undang tersebut dan terjadi setelah undang-undang itu
dinyatakan berlaku.
Terlepas dari
apakah aturan AB tersebut saat ini masih berlaku atau tidak di Indonesia aturan
tersebut menunjukkan kepada kita bahwa sebenarnya asas non retroactive memang
tidak hanya berlaku untuk hukum pidana materil saja, akan tetapi asas tersebut
berlaku untuk semua aturan perundang-undangan.
Penulis
:
Arsil
Wakil Direktur Eksekutif
Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP)
Puri Imperium Office Plaza Upper Ground Floor. Unit UG 11 & 12
Jl. Kuningan Madya Kav. 5-6 Kuningan Jakarta 12980 Indonesia
Phone: (62-21) 8302088 Fax: (62-21) 83701810
Arsil
Wakil Direktur Eksekutif
Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP)
Puri Imperium Office Plaza Upper Ground Floor. Unit UG 11 & 12
Jl. Kuningan Madya Kav. 5-6 Kuningan Jakarta 12980 Indonesia
Phone: (62-21) 8302088 Fax: (62-21) 83701810
Email: arsil@leip.or.id
| http://www.leip.or.id/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar